Oleh: Kang Yoto (Chancellor United In Diversity)
Kepuasan karena keberhasilan suatu proses bisa jadi kepedihan bagi proses lainnya. Dalam hukum kompleksitas sistem, kepuasan dan kepedihan, bisa saja saling terpisah, namun bisa juga menyatu. Tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri. Tanpa menyadari keterkaitan satu dengan lainnya, sesuatu yang selayaknya disesali oleh aktor malah dirayakan. Contohnya predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam audit keuangan bagi lembaga pemerintah.
Akhir tahun ditandai dengan tutup buku. Tanda positif selalu dirayakan sebagai keberhasilan. Dalam entitas bisnis, positif berarti kenaikan keuntungan, asset positif, kewajiban terpenuhi, dan SDM semakin baik. Untuk ini ada bonus menanti bagi para pengurusnya. Di Pemerintahan, kinerja positif, umumnya ditandai dengan kinerja keuangan positif. Target pendapatan dan penyerapan terpenuhi. Bagi ASN bonus Tunjangan Kinerja tidak perlu menunggu setiap tahun. Bisa cair setiap bulan, caranya kinerja organisasi perangkat daerah dipikul bertahap setiap bulan.
Setelah tutup buku masih ada satu ritual tahunan yang ditunggu: audit keuangan oleh akuntan publik bagi perusahaan dan BPK RI untuk pemerintah. Pernyataan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sangat berarti untuk pengelola keuangan. Tidak jarang satuan pemerintah membuat iklan ucapan selamat setelah mendapatkan opini WTP dari BPK RI.
Kata wajar menggambarkan normalitas pengelolaan, keuangan itu dikelola sesuai prinsip kepatuhan dan kepatutan. Patuh pada perintah (aturan) pemilik kewenangan, orang yang mendapatkan mandat dari pemilik sebenarnya. Artinya tidak ada uang keluar di luar tatakelola yang telah ditetapkan. Harga satuannya pun dipastikan tidak lebih tinggi dbanding harga umumnya. Sehingga masih dalam batas kepatutan. Di luar kepatuhan dan kepatutan disebut tidak wajar artinya tidak normal, istilahnya WDP (Wajar Dengan Pengecualian) atau tidak dapat diberikan opini (disclaimer). Mendapatkan opini WTP itu sekali lagi baru dalam batas kewajaran, normalitas, belum luar biasa, baru biasa biasa saja.
Apakah WTP itu otomatis memuaskan shareholder, pemilik di perusahaan, dan rakyat di pemerintahan? Mungkin saja ya, jika pemiliknya tidak berminat memiliki lebih lama. Sebaliknya jika shareholder ingin memiliki selamanya atau lebih lama, maka keberlanjutan (sustainable) menjadi perhatian utamanya. WTP itu tahunan sementara sustainable itu bisa dekade, dan abad. Tidak ada pemerintahan yang diciptakan untuk satu dekade. Terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia: kesejahteraan, aman, damai dan bermartabat dalam pergaulan global mensyaratkan adanya peningkatan kecerdasan rakyat secara berkelanjutan. Pengelolaan seluruh sumber daya secara berkelanjutan.
Prinsip sustainable development mengajak melihat hasil pembangunan sebagai keberhasilan memperbesar modal pembangunan. Modal itu meliputi modal alam, modal sosial, modal sumber daya manusia, modal infrastruktur, modal digital dan modal spiritual. Jika fokus perhatian pengelolaan keuangan berhenti pada kepatuhan dan kepatutan, sangat mungkin kebijakan dan program yang berdampak langsung pada penguatan modal pembangunan terabaikan. Jika shareholder ikut salah fokus, situasinya akan mengancam masa depan bersama. Bayangkan jika pencapaian WTP dalam pengelolaan keuangan yang tidak bermakna positif bagi ke-enam modal tersebut dirayakan sebagai keberhasilan bersama. Kepuasan hari ini kepedihan bagi pihak lain.
Dalam situasi seperti ini terasa sekali relevansi 17 Goal dalam Sustainable Development Goals (SDGs) terus menerus diperkuat sebagai kesadaran publik dan menghadirkannya dalam relasi politik, sosial dan bisnis. Sebuah relasi yang mengandaikan keseimbangan ecosystem sebagai Key Performance Indicator (KPI) suksesnya. Agar pertumbuhan keuangan tidak berbanding terbalik dengan kesenjangan sosial, trend panas bumi dan krisis spiritual.
Saatnya meningkat, dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ke Wajar Dengan Pujian (WDP). Pujian itu menyehatkan, apalagi menyangkut kepentingan bersama, masa depan yang lebih baik. Bukankah kerelaan mengapresiasi hal-hal positif adalah tanda bahwa bangsa itu sehat!
Gresik, 2 Januari 2022